Ijinkan
aku sedikit bercerita padamu, sahabat. Dulu aku mengenalnya sebagai
wanita shalehah, jilbabnya yang anggun tak sedikitpun menampakkan
lekukan tubuhnya, kerudungnya yang lebar membuatnya tampak begitu
cantilk. Kalau ditanya kosmetik apa yang diapakai, dia hanya akan
menjawab cukup wudhu saja.
Aku sebagai seorang wanita pun terpesona
padanya, pada ketulusannya juga pada keistiqomahannya, pada apa yang
dia yakini. Hal itu juga yang menginpirasiku untuk turut mengikuti
jejaknya berkerudung meskipun masih belum berani berjilbab sempurna
sepertinya. Shalatku yang bolong-bolong, atas bimbingannya secara
perlahan menjadi sempurna, bahkan selalu mengikutinya untuk shalat tepat
waktu.
Waktu, yaa waktu ternyata bisa merubah
segalanya. Seiring aku semakin menyempurnakan penutup auratku, dia
justru sedikit demi sedikit semakin membuka auratnya. Kecewa, sedih,
apalagi setelah tahu bahwa karena seorang laki-laki dia bisa melakukan
itu. Entah, laki-laki seperti apa yang tega menjauhkan dia dari
agamanya.
Beberapa hari yang lalu aku kembali
bertemu dengannya, walaupun sekedar di Facebook. Aku begitu senang,
meskipun dia tidak berubah sedikitpun, masih tanpa jilbab bahkan makin
berani menampakkan auratnya dengan pakaian ‘kekurangan bahan’ yang dia
perlihatkan di foto profile Facebooknya.
Beberapa tahun tidak bertemu
mengantarkannya pada kisah romantis tapi berakhir tragis, dia menikah
dengan laki-laki yang dikenalkannya padaku dulu. Tanpa perlu aku tanya,
dia bercerita tentang perubahannya. Semua petaka ini berawal ketika dia
bertemu dengan laki-laki itu yang sekarang menjadi suaminya, rayuannya
membuat dia mempreteli satu per satu pakaian takwanya menjadi pakaian
serba minim. Laki-laki ini rupanya sangat menyukai wanita yang
menampakkan auratnya, makanya dia rela mencampakkan kewajiban dari
agamanya demi mendapatkan cinta sang pujaan hati.
Benar saja, setelah pakaian takwanya
terlepas, sang lelaki akhirnya ‘mau’ dengan dirinya. Namun sayang,
kemauan sang lelaki ada maksud yang tersembunyi. Dia hamil di luar nikah
dan harus berjuang meminta lelaki itu agar mau menikah dengannya, meski
sang pujaan hati sering kali menolak dan tidak mau bertanggung jawab.
Kini dia dikaruniai seorang putri yang cantik, secantik ibunya.
Aku kira kini dia bahagia bersama
keluarganya, ternyata perkiraanku salah. Dia sekarang suka melanglang
buana di dunia maya untuk mencari ‘pacar’. Aku menangis tersedu ketika
mengetahuinya, apalagi ketika dia berkata “Suamiku aja cari pacar lagi,
kenapa aku nggak boleh?”. Jadi itu tujuannya menampakkan aurat di foto
profilenya.
Entah apalagi yang harus aku lakukan selain sedikit memberikan ‘nasehat’ padanya dan doa yang tak kunjung putus agar dia kembali seperti dulu. Dia yang dulu telah menginspirasiku memakai jilbab, kini justru semakin menjauh dari agamanya. Aku rindu pada dia yang dulu.
***
Tak ada yang menyangka, waktu bisa
merubah segalanya. Waktu pulalah yang menjadi saksi akan keistiqomahan
kita pada agama yang Haq ini. Syetan bisa merayu kita dalam bentuk
apapun, termasuk cinta.
Cerita di atas bisa menjadi contoh
agar kita pandai memilih teman ataupun seseorang yang akan menjadi
pasangan kita kelak, karena kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi
5 menit mendatang. Begitu pula ketika kita memilih pertemanan di dunia
maya apalagi pertemanan dengan lawan jenis. Sulit menghindar dari
pesona cinta di dunia maya yang ditebarkan para penghuninya,
hati-hatilah. Tutuplah auratmu begitupun di dunia maya, bukan berarti
karena maya lantas kamu bebas berekspresi senarsis mungkin lewat foto,
lalu kemanakan Izzahmu?
Ingatlah, tak ada cinta dalam
kemaksiatan. Bila dia mengatasnakaman cinta lalu mengajak pada
kemaksiatan, itu bukan cinta. Dia hanya nafsu yang begitu manis dan
indah dipandang saja.
Cinta seharusnya hadir karena
kecintaannya pada Allah Ta’ala, bukan sebaliknya. Jadi mana mungkin
seseorang yang cinta pada Robbnya akan mengajakmu bermaksiat
meninggalkan keimananmu. Yakinkanlah hatimu.
-Bahasa tanpa awal dan akhir, bagai
lingkaran cahaya. Karenanya ia ada untuk kehangatan, ketentraman,
kenyamanan dan kebenaran. Bahasa itu bernama cinta.-
Tiga hal, bila ketiganya ada pada
diri seseorang, niscaya ia merasakan betapa manisnya iman: Bila Allah
dan Rasul-Nya lebih ia cintai dibanding selain dari keduanya, ia
mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah, dan
ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkan
dirinya, bagaikan kebenciannya bila hendak diceburkan ke dalam kobaran
api.” (Muttafaqun ‘alaih)
(A.I)
Sumber: www.bukanmuslimahbiasa.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar